Langsung ke konten utama

Film Bad Genius: Dalam Bingkai Moral Value

Sàwàddee ká 
Happy Sunday, guys!
Kembali lagi dengan aku, Laras. Hm, semakin kesini kayaknya blog ini udah makin terawat, deh. Alhamdillah ke isi sama tugas-tugas hehehe.

Nah, kali ini aku bakalan bahas tentang salah satu Film Thailand yang disenangi banyak orang pada zamannya, bahkan sampai sekarang. Apakah itu? Yak betul, Bad Genius. Ada yang udah pernah nonton?
Film Bad Genius adalah film produksi Thailand yang tayang perdana pada 3 Mei 2017 lalu. Suguhan aksi-aksi dalam film ini memikat penontonnya hingga dunia internasional. Film ini digadang-gadang sebagai film yang paling sukses dalam sejarah perfilman Thailand.

Kalau bahas Bad Genius, gak seru nih kalo gak bahas, "siapa aja sih tokoh di balik film ini?". Ya, kan?
Yang pertama, Chutimon Chuengcharoensukying yang berperan sebagai Lynn.


Kedua, Eisaya Hosuwan sebagai Grace.

Ketiga, Chanon Santinatornkul sebagai Bank.



Dan keempat, Teeradon Supapunpinyo sebagai Pat.
Nah, itu dia tokoh-tokoh dari film Bad Genius ini...

Luar biasanya acting dari tiap-tiap tokoh inilah yang membuat film ini meledak di dunia internasional.

Film ini mengisahkan aksi-aksi contek-mencontek saat ujian di sekolah berlangsung. Eits, tapi contek-mencontek di film ini beda loh sama yang sering teman-teman lakukan. Upss...!


Lynn merupakan siswa yang memiliki kecerdasan luar biasa. Ia yang mampu meraih nilai akademik sempurna ditambah lagi dengan prestasi-prestasi lain menjadikannya dapat diterima di suatu sekolah favorit di mana dikenal sebagai sekolah yang banyak mengirim siswanya melanjutkan studi ke luar negeri. Di sekolah, Lynn memiliki teman dekat, yakni Grace. Grace berbeda dari Lynn, jika Lynn cerdas pada setiap mata pelajaran, maka Grace pandai dalam hal ber-acting. Karena kesulitannya ini, Grace meminta tolong kepada Lynn untuk menjadi guru lesnya, Lynn pun bersedia.

Saat tiba waktu ujian, di saat Lynn dapat mengerjakan soal tanpa kesulitan ia juga mendapati Grace kesulitan dalam mengerjakan itu. Lynn pun memberi contekan kepada Grace melalui penghapus.

Biasa dilakukan oleh teman-teman juga, ya?


Kehendaknya untuk membantu temannya ini merupakan awal aksi Lynn yang berbuntut panjang. Tindakan contek-mencontek berkedok les piano yang pada awalnya hanya melibatkan Grace dan kekasihnya, Pat, justru berujung keterlibatan puluhan siswa. Melalui ini, Lynn mendapatkan setumpuk uang dan mampu mengolah strategi-strategi kreatif dalam aksi contek-mencontek. Yang luar biasanya pada film ini suasananya dibuat sangat menegangkan dan membuat penonton menghela nafas panjang saking terperangahnya.
Pada pertengahan film, muncul satu tokoh bernama Bank. Bank merupakan siswa yang sama jeniusnya seperti Lynn. Namun, keduanya memiliki perbedaan karakter. Jika Lynn dengan kecerdasannya tanpa segan-segan melakukan tindak kecurangan, maka Bank sebaliknya, ia sangat menjunjung tinggi kejujuran.

Munculnya Bank, menambah ketegangan di mana terdapat bagian di mana Bank  menguak aksi contekimencontek yang dilakukan Lynn dengan Tong.  Puncaknya terdapat pada tes STIC sebagai salah satu ujian masuk Perguruan Tinggi di luar negeri. Lynn dan Bank (yang telah mendapat bujukan dan dorongan untuk melancarkan aksi) menyatukan kepala mereka untuk membantu teman-temannya mendapatkan soal dan jawaban tes untuk kemudian mengirimnya kepada teman-temannya. Bank gagal pada waktu itu, ia tertangkap dan didiskualifikasi dari tes, sementara Lynn berhasil meloloskan diri dan kembali ke Thailand.

Banyak nilai-nilai yang dapat kita ambil dari film ini, seperti:



1. Bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Lynn si jenius, mengatakan kepada Grace bahwa acting merupakan hal sulit yang tidak dapat ia lakukan dan matematika sangat mudah. Sementara, Grace mengatakan hal sebaliknya.
2. Setiap orang memiliki rasa ketidakpuasan yang membuatnya menjadi tamak. Lynn yang awalnya melakukan tindakan aksinya karena rasa kesetiakawanan berujung pada rasa cintanya terhadap uang.
3. Setiap tindakan menyimpang akan mendapatkan sanksi atau hukuman bagi pelakunya. Hal ini pun terjadi pada setiap tokoh di dalam film ini di akhir cerita mereka mendapat sanksi-sanksi sosialnya masing-masing.
4. Apapun yang dilakukan seorang anak, orang tua selalu memasang badan dan menerima anaknya. Begitu pun yang dilakukan ayah Lynn, ia memasang badan untuk anaknya dan menemani anaknya untuk mengakui kesalahannya.





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatanku Tentang Bandung, Baduy, dan Kalian

Annyeonghaseyo yeorobun... Jeoneun Yayas imnida :v Yayas is back! *dadah dadah* Kali ini aku disini, di blog yang sudah berdebu ini akan sedikit berbagi cerita tentang perjalanan, pengalaman, dan pelajaran selama Kuliah Kerja Lapangan di Tanah Sunda, tepatnya di Kota Bandung dan Pedalaman Baduy Banten. Sebenarnya di bagian “ sedikit berbagi cerita ” perlu ada tambahan kata “ yang aku ingat ” haha karena aku bukan pengingat yang baik. Ok, mengulangi, aku akan sedikit berbagi cerita yang aku ingat niii! Mungkin bagi teman-teman Pendidikan Sosiologi 2017 yang lain, berada di Tanah Sunda adalah kali pertama mereka, tapi untuk aku pribadi yang notabene domisili Bogor, ya sudah biasa “ melewati ” Bandung dan Banten hm. For your information , cerita selama perjalan di bus akan sangat sedikit, karena aku ini pelor alias nempel molor. Jadi ya di saat teman-teman tidur, aku tidur dan di saat teman-teman bangun, aku masih tidur. Bisa dibilang, “ aku hanya melihat kegelapan dan hitam

Resensi Buku Yang Berjudul Masalah Sosial dan Pembangunan

Masalah Sosial Dan Pembangunan Identitas Buku Judul Buku                   : Masalah Sosial Dan Pembangunan Pengarang                    : Drs. Soetomo Penerbit                        : PT Dunia Pustaka Jaya Cetakan                        : Pertama Tahun Terbit                 : 1995 Tebal Halaman             : viii + 192 halaman ISBN                            :979-419-163-9:   Sinopsis Buku Masalah sosial merupakan suatu fenomena sosial yang mempunyai berbagai dimensi. Pada umumnya masalah sosial ditafsirkan sebagai suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh sebagian besar warga masyarakat. Hal itu disebabkan karena gejala tersebut merupakan kondisi yang tidak sesuai   dengan harapan atau tidak sesuai dengan norma dan nilai serta standar moral yang berlaku. Suatu kondisi juga dapat dianggap sebagai masalah sosial karena menimbulkan berbagai penderitaan dan kerugian baik fisik maupun non fisik. Penulis dalam buku ini membagi masalah sosial menjadi tiga