Langsung ke konten utama

Pendidikan Sebagai Alat Enkulturasi: Solusi Konflik Horizontal



Pendidikan Sebagai Alat Enkulturasi: Solusi Konflik Horizontal

Larasati Nur Kholisa

17413241044

Jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta


     Masyarakat merupakan sekelompok individu yang saling berinteraksi dan memiliki tatanan kehidupan, norma, adat istiadat yang telah menjadi kesepakatan dan ditaati bersama. Namun, pada dasarnya baik setiap individu maupun kelompok masyarakat tentu memiliki karakteristik yang beranekaragam. Keanekaragaman tersebut dapat dilihat dari perbedaan budaya, ras, agama, dan etnik yang ada. Maka, tidak jarang jika pada suatu kelompok masyarakat memiliki pola kehidupan yang berseberangan. Hal ini terjadi karena orientasi dan pedoman hidup dari setiap individu dalam masyarakat berbeda-beda. Dalam proses interaksi dan hubungan satu dengan yang lain, masyarakat sebagai sebuah sistem tidak dapat terlepas dari pertukaran dan penyebaran budaya.
     Manusia sebagai pencipta kebudayaan, pada hakikatnya melalui proses saling mempelajari budaya yang berbeda hingga pada akhirnya menghasilkan bentuk budaya baru. Dalam ilmu antropologi, kita mengenal istilah enkulturasi. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), enkulturasi berarti pembudayaan. Enkulturasi adalah proses belajar dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adaptasi, sistem norma, dan semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang (Koentjaraningrat, 1996: 145-147). Proses belajar ini telah berlangsung sejak seorang anak dilahirkan yaitu di dalam lingkungan keluarga, kemudian meluas dalam lingkungan masyarakat. Pada mulanya seorang anak mulai belajar dengan cara meniru orang-orang yang berada disekitarnya, seperti ayah dan ibu juga sanak saudaranya di lingkungan masyarakat. Lama kelamaan tindakan meniru ini berubah menjadi pola kehidupan yang telah menjadi kebiasaan dan melekat pada dirinya.
     Proses enkulturasi berlangsung secara dinamis. Media yang paling efektif dalam pengembangan enkulturasi adalah pendidikan yang bersistem dalam dunia persekolahan. Pendidikan (Cepi, 2016: 2) adalah upaya penanaman nilai-nilai, norma, dan tradisi kelompok manusia dan juga mengajarkan pengetahuan dan keterampilan tentang nilai, norma, tradisi, agar terwujud individu yang memiliki kompetensi. Pendidikan tidak mungkin terlepas dari pengaruh lingkungan, sementara lingkungan terdiri dari gejala-gejala yang saling memengaruhi. Dalam psikologi field theory (teori medan) dikatakan bahwa tingkah laku dan atau proses-proses kognitif adalah suatu fungsi banyak variabel yang adanya secara simulasi (serempak) dan suatu perubahan sesuatu dari dalam mereka akan berakibat mengubah hasil keseluruhan. Pendapat ini memfokuskan pada lingkungan yang memiliki daya kemampuan memengaruhi individu manusia yang pada gilirannya akan memengaruhi dalam tingkah laku dan atau proses-proses kognitif dalam pendidikan (Teguh, 2014:66).
     Dalam hal ini pendidikan merupakan media transformasi nilai-nilai budaya, adat istiadat, dan norma-norma yang ada dalam kehidupan masyarakat. Terlebih lagi, di era digital saat ini di mana perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sangat berkembang pesat. Pendidikan tidak semata-mata dibutuhkan untuk mencerdaskan manusia dan memanusiakan manusia, melainkan juga menanamkan nilai budaya dan adat tradisi yang terdapat dalam masyarakat. Di dalam sistem persekolahan, pendidikan dapat menumbuhkan kesadaran pada peserta didik bahwa mereka adalah bagian kesatuan dari bangsa dengan budaya yang beragam.
     Penyampaian pendidikan tidak dibiarkan terjadi secara tanpa perencanaan dan kebetulan saja. Seorang anak didik tentu menyerap nilai-nilai tradisi dan budaya melalui proses enkulturasi dan sosialisasi berdasarkan pengalaman yang terjadi pada hidup mereka. Namun, penyerapan dan implementasi informasi yang terjadi tidak menjamin bahwa anak-anak menerima unsur-unsur budaya yang tepat sesuai dengan yang diyakini masyarakat.
     Pendidikan sebagai alat enkulturasi, merupakan solusi yang dapat mengatasi permasalahan konflik horizontal yang sedang marak terjadi di negara kita. Penanaman nilai-nilai budaya dan tradisi serta kesadaran pada anak didik akan perbedaan yang ada pada bangsa kita akan menumbuhkan rasa saling menghargai dan menghormati yang tinggi. Pendidik, keluarga, dan masyarakat sedini mungkin memberikan pemahaman kepada anak-anak bahwa perbedaan yang ada bukanlah permasalahan, melainkan kekayaan bangsa yang harus dilestarikan dan diterima. Sehingga pertentangan antar ras, antar agama dan golongan akan minim terjadi.

Daftar Pustaka:
Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi I. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Jabar, Cepi Safrudin A. dkk. 2013. Manajemen Pendidikan. Yogyakarya: UNY Press.
Triwiyanto, Teguh. 2014. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Bad Genius: Dalam Bingkai Moral Value

S àwàddee ká   Happy Sunday, guys! Kembali lagi dengan aku, Laras. Hm, semakin kesini kayaknya blog ini udah makin terawat, deh. Alhamdillah ke isi sama tugas-tugas hehehe. Nah, kali ini aku bakalan bahas tentang salah satu Film Thailand yang disenangi banyak orang pada zamannya, bahkan sampai sekarang. Apakah itu? Yak betul, Bad Genius . Ada yang udah pernah nonton? Film Bad Genius adalah film produksi Thailand yang tayang perdana pada 3 Mei 2017 lalu. Suguhan aksi-aksi dalam film ini memikat penontonnya hingga dunia internasional. Film ini digadang-gadang sebagai film yang paling sukses dalam sejarah perfilman Thailand. Kalau bahas Bad Genius , gak seru nih kalo gak bahas, "siapa aja sih tokoh di balik film ini?". Ya, kan? Yang pertama, Chutimon Chuengcharoensukying yang berperan sebagai Lynn. Kedua, Eisaya Hosuwan sebagai Grace. Ketiga , Chanon Santinatornkul sebagai Bank. Dan keempat, Teeradon Supapunpinyo sebagai Pat. Nah, itu dia to

Catatanku Tentang Bandung, Baduy, dan Kalian

Annyeonghaseyo yeorobun... Jeoneun Yayas imnida :v Yayas is back! *dadah dadah* Kali ini aku disini, di blog yang sudah berdebu ini akan sedikit berbagi cerita tentang perjalanan, pengalaman, dan pelajaran selama Kuliah Kerja Lapangan di Tanah Sunda, tepatnya di Kota Bandung dan Pedalaman Baduy Banten. Sebenarnya di bagian “ sedikit berbagi cerita ” perlu ada tambahan kata “ yang aku ingat ” haha karena aku bukan pengingat yang baik. Ok, mengulangi, aku akan sedikit berbagi cerita yang aku ingat niii! Mungkin bagi teman-teman Pendidikan Sosiologi 2017 yang lain, berada di Tanah Sunda adalah kali pertama mereka, tapi untuk aku pribadi yang notabene domisili Bogor, ya sudah biasa “ melewati ” Bandung dan Banten hm. For your information , cerita selama perjalan di bus akan sangat sedikit, karena aku ini pelor alias nempel molor. Jadi ya di saat teman-teman tidur, aku tidur dan di saat teman-teman bangun, aku masih tidur. Bisa dibilang, “ aku hanya melihat kegelapan dan hitam

Resensi Buku Yang Berjudul Masalah Sosial dan Pembangunan

Masalah Sosial Dan Pembangunan Identitas Buku Judul Buku                   : Masalah Sosial Dan Pembangunan Pengarang                    : Drs. Soetomo Penerbit                        : PT Dunia Pustaka Jaya Cetakan                        : Pertama Tahun Terbit                 : 1995 Tebal Halaman             : viii + 192 halaman ISBN                            :979-419-163-9:   Sinopsis Buku Masalah sosial merupakan suatu fenomena sosial yang mempunyai berbagai dimensi. Pada umumnya masalah sosial ditafsirkan sebagai suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh sebagian besar warga masyarakat. Hal itu disebabkan karena gejala tersebut merupakan kondisi yang tidak sesuai   dengan harapan atau tidak sesuai dengan norma dan nilai serta standar moral yang berlaku. Suatu kondisi juga dapat dianggap sebagai masalah sosial karena menimbulkan berbagai penderitaan dan kerugian baik fisik maupun non fisik. Penulis dalam buku ini membagi masalah sosial menjadi tiga