Annyeonghaseyo yeorobun... Jeoneun Yayas imnida :v
Yayas is back! *dadah dadah*
Kali ini aku disini, di blog yang sudah berdebu ini akan sedikit berbagi cerita tentang perjalanan, pengalaman, dan pelajaran selama Kuliah Kerja Lapangan di Tanah Sunda, tepatnya di Kota Bandung dan Pedalaman Baduy Banten. Sebenarnya di bagian “sedikit berbagi cerita”perlu ada tambahan kata “yang aku ingat”haha karena aku bukan pengingat yang baik. Ok, mengulangi, aku akan sedikit berbagi cerita yang aku ingat niii!
Mungkin bagi teman-teman Pendidikan Sosiologi 2017 yang lain, berada di Tanah Sunda adalah kali pertama mereka, tapi untuk aku pribadi yang notabene domisili Bogor, ya sudah biasa “melewati”Bandung dan Banten hm.
For your information, cerita selama perjalan di bus akan sangat sedikit, karena aku ini pelor alias nempel molor. Jadi ya di saat teman-teman tidur, aku tidur dan di saat teman-teman bangun, aku masih tidur. Bisa dibilang, “aku hanya melihat kegelapan dan hitam”.
Ok, kita mulai dongengannya yups!
Kami berangkat menuju tujuan KKL pada Hari Selasa, tanggal 8 Januari 2019. Sebelum berangkat yang mana kami dibersamai Biro CS Holiday, pada pukul 07.00 kami sudah berkumpul di depan rektorat UNY menyesuaikan rundown yang sudah dibagikan. Kami masih butuh waktu lebih dari 100 menit untuk menunggu bus yang akan membawa rombongan kami. Banyak dari kami yang mengeluh, “why bisnya gak dateng-dateng”, “why bisnya ngaret”, bahkan kami berdosa karena suudzon dengan biro. :) Ternyata, rundown yang dibagikan adalah strategi dari “ketua”KKL supaya kami bisa berangkat tepat waktu :”
Bus datang sekitar pukul 08.30, beberapa menit setelahnya akhirnya kami pun otw. Bismillah...
Pada saat keberangkatan, salah seorang dari biro CS Holiday yang membersamai kami memperkenalkan diri. Nama panggungnya sih katanya Fajar Estevano, “Estevano itu nama marga saya”katanya. “Marga satwa”begitu lanjutnya.
Kami berhenti di Rumah Makan Jatilawang sekitar pukul 12.30 yang seingatku berlokasi di Banyumas setelah sebelumnya di dalam bus kami menikmati snack yang diberikan biro.
Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan menuju Bandung, yay! Selama di perjalanan kami ditemani alunan musik, mulai dari lagu pop Indonesia, lagu-lagu barat, K-Pop, hingga lagu lokal Jawa Guyon Waton, Nella Kharisma, Via Vallen, dan yang lainnya, “untung gak ada lagu Tayo”.
Setelah memakan waktu lebih dari 600 menit (jangan komen kenapa gak pake jam aja) akhirnya kami sampai di Hotel Kembang Bandung sekitar pukul 20.30.
Mau curhat sedikit ni, sebenernya akutu ada janjian sama my bestie Alnasya
yang tinggal di Bandung buat ketemuan tapi gak jadi huhu kan sedih.
Sampai di kamar hotel, kami mulai membersihkan diri secara bergantian setelah sebelumnya makan malam bersama yang lain. Aku masih ingat, kamar hotel yang aku tempati bersama Anin, Rahayu, dan Opi bernomor 206 dengan 2 kasur spring bed single, nakas, AC, TV, toilet, dan berbagai fasilitas lain yang membuat kami nyaman. Setelah itu, kami memutuskan untuk keluar melihat bagaimana Bandung di malam hari. Kami sempat berniat untuk menemani Anin dan Rahayu membeli oleh-oleh baju, tapi setelah berjalan tidak terlalu jauh kami pun mengurungkan niat karena ternyata Bandung di jam 22.00 sudah steril.
Toko-toko udah pada tutup, guys.
Oleh karena itu, kami pun memutuskan untuk pergi ke taman-taman kota, mencoba mencari keramaian. Setelah sampai di Taman Sejarah Bandung, lagi-lagi sudah tidak ada apa-apa karena pukul 22.00 Bandung memang sudah steril seperti yang dikatakan sebelumnya. Ya sudah, kami kembali ke hotel untuk beristirahat tanpa menyadari bahwa Alun-alun Bandung masih ramai dan baru steril pukul 00.00. Ok, kami tidak menyesal, kami hanya sedikit menyesal hehe.
Taman Sejarah Bandung
Keesokan harinya, tepatnya pukul 07.00 kami sudah harus check out hotel untuk mencari bahan pembuatan laporan KKL di Pemerintah Kota Bandung.
Kelompok KKL-ku (Anita, Wafi, Aku)
Keluarga akuu alias teman seperkosan (Mala, Nadya, Aku, Zahra)
Singkat cerita, di Pemkot Bandung, Pak Andre selaku staff pemerintahan dan narasumber menjelaskan secara gamblang mengenai kondisi Kota Bandung beserta tata ruang kotanya. Salah satu yang cukup menarik perhatianku dari penjabaran Bapak Andre adalah mengenai penerapan Rabo Nyunda yang mana di setiap Hari Rabu, warga masyarakat Bandung seperti staff pemerintahan dan anak-anak sekolah mengenakan pakaian adat dan berkomunikasi dengan dialeg Sunda. Hal ini diterapkan dengan tujuan bahwa kemajuan suatu kota harus tetap menjaga dan menjunjung kearifan lokal serta identitas dari kota itu sendiri. Kota Bandung juga akan berfokus pada pengembangan dua pusat kota yaitu kawasan sekitar Alun-alun Kota dan kawasan Gede Bage.
Setelah penyampaian materi dari Pak Andre dan tanya jawab mengenai kondisi dan tata ruang Kota Bandung, kami berkeliling Pemkot dan Galeri Kota Bandung hingga akhirnya berhenti dan berfoto-foto yang setelah aku sadari adalah Taman Sejarah Bandung. Hm, taman yang semalam aku kunjungi.
“Kalo tau gini, semalem gak kesini”.
Aku juga lihat ada salah satu transportasi masal yang menjadi ikon Kota Bandung, namanya Bandros.
Bandros
Bagaimana? Sudah bosan baca cerita saya?
TUNGGU DULU MASIH PANJANG! HEHE
Saat berfoto sudah dirasa cukup dan rundown sudah mengharuskan kami untuk beranjak dari Pemkot Bandung, kami pun melanjutkan perjalanan kami untuk berwisata dan bersenang-senang di Farmhouse Lembang.
Kami diberikan tiket sekaligus Voucher penukaran susu gratis oleh biro. Dan aku ingat, setelah melaksanakan ibadah aku menukarkan Voucher tersebut dengan susu coklat. ENAK LOH!
Di Farmhouse Lembang gak begitu banyak yang bisa aku eksplore karena sibuk foto-foto HAHA. Aku berkunjung ke tempat domba, hamster, dan kelinci, seingatku itu aja selebihnya berfoto di rumah-rumah yang berwarna-warni. Eum, berfoto dan memfoto teman-teman lebih tepatnya.
Singkat cerita lagi, setelah dirasa cukup berkeliling di Farmhouse Lembang, kami melanjutkan perjalanan ke Floating Market. Cussss.....
Dari Farmhouse ke Floating Market lumayan deket dan gak butuh waktu lama buat sampai disana, mungkin cuma sekitar 10 menitan.
Hal pertama yang kami lakukan di Floating Market lagi-lagi sama seperti yang kami lakukan di Farmhouse yaitu menukar voucher dengan minuman, aku tukar dengan kopi seingatku. Dilanjutkan dengan duduk-duduk di pinggir danau bersama teman-teman yang menganggapku teman juga. Setelah itu kami memutuskan untuk berkeliling dan menukarkan uang dengan koin. Aku menukarkan uang 20 ribu rupiah dengan koin yang bernilai sama.
Jadi, fyi di Floating Market tu kalo mau beli apa-apa harus pake koin,
kita menukarkan uang dengan koin gitu.
Sejujurnya, aku sama teman-teman bingung menukarkan koin ini karena kebanyakan makanan dan hiasan harganya di atas 20k. Haha saya merasa missqueen.
Setelah bingung dan saling membingungi (?) dan tidak ingin membeli makanan-makanan akhirnya aku, Mala, dan Fitri memutuskan untuk membeli dompet bergambar Gajah seharga 20k. Baik...
Yang penting ada kenang-kenanganlah ya...
Lagi-lagi aku gak eksplore banyak di Floating Market, karena kondisi cuaca yang gerimis juga dan energi dipersiapkan buat tracking Baduy Dalam, hehe.
Singkat cerita lagi dan lagi, kami melanjutkan perjalanan menuju Ciboleger, yay! Gak sabar dong!
Mohon maaf cerita saya masih panjang...
Akan ada hal-hal menarik tentang Baduy
Di lanjut yaaaaaaa :v
Perjalanan dari Bandung ke Ciboleger kata teman-teman seru banget. Kenapa kata teman-teman? Karena aku tidur. HAHA. Berdasarkan cerita teman-teman perjalanan malam di bus diramaikan dengan karaoke dan joget-joget yang didukung lampu bus kelap-kelip seperti di club dan itu katanya berisik banget.
Coba bayangin deh gimana bisa lagi seramai itu aku gak ngerasain apa-apa, selimutan dan tidur.
Setelah aku cukup jenuh terus-terusan tidur, akhirnya aku sadarkan diri waktu bus berhenti di rest area tepatnya di Rangkas Bitung. Disana aku sempat turun sama Nadya, karena ada panggilan alam.
Mungkin karena tanggung “bentar lagi sampe” supir bus yang seharusnya istirahat tidur justru melanjutkan perjalanan ke terminal Ciboleger, terminalnya Baduy.
Akhirnya kami sampai di Ciboleger sekitar waktu Subuh. Rombongan diperkenankan untuk bersih-bersih, mandi, dan beribadah sebelum melakukan tracking ke Baduy Luar dan Baduy Dalam.
Seneng banget akhirnya bisa sampe di Baduy setelah perjalanan panjang huhu. Mimpi banget bakal berkunjung dan tinggal sementara di Pedalaman Baduy nantinya.
Karena kami ini rombongan, jadi mau dimanapun kami pasti selalu ngantri. Bahaya banget dong ya kalo ada yang mau berurusan dengan toilet. Aku orang yang pertama kali mandi dan mencicipi toilet Ciboleger, ada untungnya dan ada ruginya hmm....
Setelah bersih-bersih dan melaksanakan ibadah, kami sarapan supaya sehat selama perjalanan hehe. Sebelum itu aku dan teman-teman membeli tongkat sebagai penyangga dan pahlawan selama kami di perjalanan. Ya gimana ya, gak ada yang gandeng, apalagi gendong. Tongkat-tongkat itu dijual anak-anak Baduy seharga 2.500 rupiah, “lima ribu dua”. Waw murah...
Disana juga ada jasa pengangkutan tas, kalau gak salah namanya Porter. Aku sempet ditawarin juga, maksudku ditawarin dibawain tasnya ya bukan ditawarin jadi Porter. Kata porternya, “ke Baduy Dalam cuma 50 ribu”. Hey, situ bilang cuma 50 ribu ke anak kost seperti saya.. haha kok emosi. Karena keberatan, jadi aku sama Nadya yang tadinya berencana ngeporter pun memutuskan buat gantian bawa tasnya. Ya okelah, aku kuat.
Btw, masih di terminal Ciboleger aja kami udah liat anak-anak kecil yang mikul durian banyak banget. Waw mereka sangat kuat, aku mah apa...
Ih gak sabar mau ceritain perjalanan dan pengalaman di Baduy Dalam.... HUAAAAA!
Langsung aja deh ya, ini bahasanya lebih santai gak kayak di atas hehe.
Rombongan mulai jalan dan posisi aku lumayan di depan, dengan alasan “cepet nyampe, cepet istirahat dan lebih lama istirahatnya”. Awal ngelewatin gapura dan udah disuguhi dengan penjual-penjual kain, pernak-pernik juga oleh-oleh khas Baduy. Gak lupa juga patung selamat datang di Baduy tapi lupa gak fotoin karena gak pegang hp padahal masih dibolehin pegang hp.
Oiyaa, selama perjalanan ke Baduy Dalam kami dibersamai Asma dan Ayahnya, porter dari Baduy Dalam.
Di awal sih jalannya enak ya masih cor-coran. Tapi, lama-lama kok tanah batu-tanah batu. Sempat khawatir juga jalan licin soalnya disaat yang lain pakai sandal gunung, aku cuma bermodalkan sepatu running. Kalo kalian bayangin kita cuma jalan jauh dengan jalanan yang datar, itu salah. Jalan yang kami lalui tuh naik-naik-naik-naik-naik-naik trus turun-turun-turun, naik lagi, naik terus, naik banget, turun dikit, naik, turun lagi, turun dikit, turun curam, naik lagi, naik curam... Hah ternyata saya terlahir untuk menjadi manusia tidak jelas hahaha. Sampai akhirnya kami sampai di Baduy Luar setelah melalui rintangan, tantangan, dan perjalanan panjang berliku, tanjakan, juga turunan walaupun agak kepleset-kepleset dikit yaudah lah ya gak seru dong kalo jalan lempeng aja.
Dari terminal Ciboleger ke Baduy Luar memakan waktu sekitar 100 menitan, kalo gak salah. Bagi teman-teman yang pilih Baduy Luar bisa berlega hati karena udah sampai. Tapi, aku masih sombong karena mau lanjutin tracking ke Baduy Dalam karena aku kuat.
Kalo ditanya capek gak? YA CAPEK! Namanya juga manusia. Udah bisa dibilang nyampe Baduy Luar tuh udah bermandikan keringat. Rasanya udah mau tiduran aja gitu.
Sebelum berpisah sama teman-teman Team Baduy Luar, kami makan siang dulu dan belanja pernak-pernik seperti gantungan kunci, gelang, kain kecil, dan barang khas Baduy lainnya yang dijual warga.
Di Baduy Luar ini kami masih diperbolehkan menggunakan hp dan kamera. Jadi, bagi teman-tengan yang senang berfoto atau ingin mengabadikan momen ya hanya bisa dilakukan di Baduy Luar.
Sampai di Baduy Luar bukan berarti cerita saya akan berakhir.
Karena saya Team Baduy Dalam.
Kami terpisah dengan teman-teman Team Baduy Luar dengan jembatan bambu sebagai tandanya. Mereka seneng ya bisa langsung istirahat, sedangkan kami masih harus menempuh perjalanan kurang lebih 180 menit, hm 3 jam-an.
Sama seperti sebelumnya, perjalanan kami naik-naik-naik-naik-naik-naik trus turun-turun-turun, naik lagi, naik terus, naik banget, turun dikit, naik, turun lagi, turun dikit, turun curam, naik lagi, naik curam... Hah capek kalo diterusin. Selama perjalanan ini aku beriringan sama Nadya waw dia pasti berbangga hati karena namanya ku sebut disini. Sampai tibalah kami di jembatan pemisah Baduy Luar dan Baduy Dalam. Itu artinya, setelah melewati jembatan itu kami gak bisa pegang hp dan kamera, setelah melewati jembatan itu artinya kita sudah menginjakkan kaki di Baduy Dalam. Waw! Demi apa dong, butiran debu seperti aku bisa gitu sampe ke Baduy Dalam.
Makan coklat dulu gengs
Setelah melewati jembatan itu, salah Tour Guide kasih tau kalo ini udah sampai di Baduy Dalam dan kami akan segera sampai di Tanjakan Cinta. Hayo, ada yang bisa tebak gak gimana wujud Tanjakan Cinta? Tanjakan cinta tuh singkatnya gini, jalan dengan tanjakan yang menanjak ke atas, setelah injak batu lalu diatasnya ada batu-batu lagi, tanjakan yang gak ada berhentinya dengan kemiringan 90 derajat, mungkin lebih curam. Kalo udah di atas liat ke bawah, udah deh kepleset dikit wassalam. Nah, di Tanjakan Cinta ini aku jalannya sama Jono alias Hani, kita saling menyemangati dong. Aku bilang, “jangan liat ke atas, liat ke langkah kaki kita aja”. Soalnya kalo liat ke atas tuh maunya nyerah deh beneran lah orang di depan mata tanjakan mulu. Beberapa kali harus istirahat karena udah capek juga. Jalan lima langkah, duduk, gitu terus.
Sempet lucu juga liat muka Nadya di belakangku, mukanya udah gak berwujudlah istilahnya haha.
Aku sama Hani tu nungguin loh Nad ini, buktinya kamu baru istirahat duduk, kita udah jalan lagi haha.
Bener-bener sih Tanjakan Cinta, kalo di pikir-pikir kok aku bisa ya masih ada sampe sekarang haha Alhamdulillah...
Lagi-lagi kami istirahat setelah memperjuangkan cinta itu huh. Istirahat sebentar, habis itu jalan lagi. Waw saya sangat semangat. Jalan terus jalan terus, naik turun seperti tadi dengan sisa tenaga yang aku punya. Sampai di atas sana yang atas banget itu lihat pemandangan bukit-bukit yang Masyaallah, bersyukur atas nikmat Tuhan. Seingatku, aku, Nadya, Hani, Rere, Amal, Fifi, dan Fitri disitu merentangkan tangan mencoba merasakan hembusan angin, juga tanpa mengabadikan itu apapun, tanpa teknologi dan menjadi manusia sederhana sesaat.
Tapi, disisi lain kami berpikir....
KAPAN NYAMPENYA??
Kami pun melanjutkan perjalanan dengan kondisi rombongan yang udah pisah-pisah, kami ditengah rombongan terdepan. Sampai akhirnya tersisa aku dan Fifi berjalan berdua melalui jalan terjal, berliku nan licin. Itu beneran berdua woy, depan udah gak kelihatan orang, belakang juga gak ada. Kami pun memutuskan untuk diam aja, takut tersesat juga, bayangin kalo aku tersesat dan tak tau arah jalan pulang? Banyak yang seneng!
Sayup-sayup kami dengar ada suara yang panggil namaku “Isyanaa, Isyanaa!”, maksudku “Laras, Laras!”. Serem gak sih di tengah hutan woy. Oh ternyata suara Nadya, di sahutin eh dia gak denger. Kenapa gak WA aja, Nad? Yay, kami bertemu lagi dibelakang Nadya ada Julianes, Rere sama Diah, kami jadi berenam. Kami lanjutin perjalanin nekat karena itu jalan satu-satunya dan ada warga Baduy yang bisa kami tanyai juga beberapa.
Singkat cerita, kami sampai di Pemukiman Baduy Dalam! Senang! Bahagia!
KAMI SAMPAI DI PEMUKIMAN BADUY DALAM HEY HEY!!
Sampai di Baduy Dalam, aku sama nadya langsung lari ke sungai, lebih tepatnya ke pemandian perempuan sih. Jadi, ada bilik gitu buat mandi kaum-kaum hawa, sumpah airnya jernih banget, gak bohong.
Di Baduy Dalam selain gak boleh menggunakan teknologi, juga gak boleh menggunakan apapun yang berbahan kimia yang otomatis terbuang di kawasan Baduy Dalam. Contohnya aja gak boleh pakai sabun, shampo dan lain-lain itu karena masyarakat Baduy Dalam sangat ingin menjaga dan melestarikan alamnya. Jadi, kalau mandi ya pakai air aja sama ada tumbuhan yang dijadikan sabun tapi aku lupa namanya. Kami datang kesana dengan niat untuk berwudhu.
Waktu kena airnya MasyaAllah seger banget.
Habis balik ke pemukiman, ketemu Arel sama Rere yang mau mandi hm jadilah kita berempat aku, Nadya, Arel. Dan Rere memutuskan untuk mandi bareng. Kalian tau apa yang terjadi? Yah kepo, gak bakal aku terusinlah bahaya, kalo ada yang kepo bisa pc aku aja yaa HAHA.
Ngerasain mandi di Baduy Dalam senengnya minta ampun. Kapan lagi?
Habis mandi balik ke rumah warga yang aku tempatin, mungkin sekitar 12 orang yang nempatin rumah itu. Kami juga ngerasain ketiban duren, maksudku kebanjiran durian karena di Baduy banyak banget durian. Aku sih gak suka, jadi liatin aja temen-temen menikmati durian huhu. Aku sebutnya sih, Kampung Durian Runtuh.
Ambu dan Ayah, panggilan untuk ibu dan ayah di rumah yang kami tempati lagi masak untuk makan malam kami. Aku sama Arel yang notabene tinggal serumah, bantuin Ambu dengan keterbatasan Bahasa Sunda kami. Sampai akhirnya Dimas sang Raja Bahasa dateng bantuin kami komunikasi. Kami masak sayur asem, tempe goreng, sama sambal. Yang menarik disini, mereka masak nasi pake kayu bakar dan peralatan masaknya unik-unik. Masak nasinya pun unik. Sebenernya aku sedikit lupa soal ini tapi coba ku lanjutkan. Sama Ayah nasi setengah jadi ditaruh diwadah kerucut habis itu di aduk-aduk di baskom/nampan, di tambah air, trus di masak lagi. Yah aku kurang paham dan lupa.
Habis itu kami makan sama-sama, ada Bu Endah dan Pak Grendi juga. Mantul, mantab betul!
Singkat cerita, setelah nyuci piring dan lain-lainnya itu kami istirahat. Istirahat sebentar, setelahnya kumpul sama teman-teman buat seminar sama wakil kepala suku. Seminar, njir. Maksudnya, kajian. Eh salah, pokoknya bapak wakil kepala suku jadi narasumber. Jadi, di Baduy Dalam tuh ada Kepala Suku (Pu’un) dan wakilnya (Jaro). Di Baduy Dalam juga ada hutan larangan loh. Masyarakat Baduy Dalam menggantungkan hidupnya dari pertanian. Dan masih banyak lagi informasi dari Jaro yang belum bisa aku tulis semuanya.
Akhirnya, kami melanjutkan peristirahatan (?) setelah sebelumnya tempel-tempel koyo, fresker dan konterpen (gamau sebut merk). Rumah di pemukiman Baduy tuh bentuknya rumah panggung dari bilik kayu, jadi kami tidur cuma beralaskan tikar anyam.
Baduy di malam hari dingin banget, loh. Untung aku pijiran bawa selimut walaupun cukup memberatkan tas hehe.
Lagi pules-pulesnya tidur, sekitar jam 2 pagi an Fifi bangunin aku, minta dianterin pipis. Kalo ini rumah ada kamar mandi dalemnya mah hayuk aku anterin, lah ini harus ke sungai dulu Fiii hahaha. Karena aku solid sama teman, jadi aku lanjutin tidurnya. Huhu kasian Fifi. Mianhae... jeongmal mianhae, Fii :(
Di pagi harinya kami bangun otomatis haha, karena suara ayam dan tangisan adik tuan rumah yang menurutku lucu.
Singkat cerita lagi nii karena lupa, kami sarapan pagi pake nasi goreng dan telur. Kali ini aku gak sempat bantu hehe. Aku bikin kopi hitam khas Baduy Dalam dong, enak pengen bawa pulang haha.
Habis sarapan kami mau otw perjalanan pulang, sekitar jam 7an kalo gak salah. Jalan lagi deh di jalan yang naik-naik-naik-naik-naik-naik trus turun-turun-turun, naik lagi, naik terus, naik banget, turun dikit, naik, turun lagi, turun dikit, turun curam, naik lagi, naik curam... Aku juga masih di rombongan depan, bedanya kali ini aku gak bawa tas, karena aku porterin. Gak mau sok kuat lagi.
Jalan pulang gak begitu melelahkan, setelah sekitar 2 jam-an jalan, kami sampai di Cijahe. Yang mana di Cijahe ini kami naik Pick Up buat sampai ke Ciboleger. Seru!
Perjalanan dari Cijahe ke Ciboleger kayak naik roller coaster lebih dari 100 menit. Di saat yang lain mual, ketakutan, aku malah seneng banget teriak-teriak, nyanyi lagu Blackpink. Karena posisiku ditengah di antara Anita, Nurul, Renita, Rere, Widia, Tami, Arel, Dency, Nadya, dan Fifi, jadi aku terombang-ambing bersama keringat teman-teman hahaha.
Mau tau jalannya kayak apa? Jalannya naik-naik-naik-naik-naik-naik
trus turun-turun-turun, naik lagi, naik terus, belok-belok-belok, naik banget, turun
dikit, belok dikit, belok banget, gronjal-gronjal, naik, turun lagi, turun dikit, turun curam, naik lagi, belok, naik
curam, mundur dikit, naik lagi... Sampe deh di Ciboleger huaaa gak mau turun akuuu :( Seru mau lagi sampe jogja naik Pick Up gak papa :(
Sampe di Ciboleger naik lagi ke atas buat beli oleh-oleh. Masa dateng ke Baduy jauh-jauh, berjuang antara hidup dan mati, hidup segan mati tak mau, maut di depan mata, *Naudzubillah ini gak ada kenang-kenangannya. Jodohku, aku beliin kain ni buat kamu, nanti aku ceritain rincinya kalo masih inget, aku ceritain ke anak-anak kita juga nanti.
Turun lagi ke Ciboleger habis beli oleh-oleh, habis itu mandi, dan nunggu para kaum adam shalat Jumat, makan siang, terus otw Jogja lagi deh.
Pulang ke Jogja ngelewatin Jakarta, ya ampun. Rasanya mau turun di rumah aja, Jakarta-Bogor kepleset juga sampe :( Aku udah gak bisa banyak cerita lagi dengan kondisi sekujur tubuh yang pegal-pegal, aku kembali nempel-molor. Bangun-bangun udah makan malam lagi, eh gak bisa jalan, jalannya kayak orang habis lahiran :( Sakit banget gils kaki.
Bus sempat berhenti di pusat oleh-oleh di Subang, aku gak turun soalnya gak tau mau oleh-olehin siapa. Udah deh tidur lagi sampe pagi. Sampai Jogja sekitar jam 10an pagi setelah sebelumnya pembagian doorprize dari CS Holiday.
SELESAI
Mohon maaf teruntuk pembaca yang saya cintai karena tulisan ini sangat acak-acakan dan bahasa baku non bakunya di campur-campur apalagi tanda bacanya haha.
Mohon maaf juga banyak skip-skip cerita, saya takut kalian semua malah bosan kalo kepanjangan. Saya gak lupa jalan cerita saya sendiri kok, cuma saya sulit mengingat aja. Percaya deh.
Mohon maaf juga untuk teman-teman yang namanya ada ditulisan ini tanpa saya mohon izin terlebih dahulu.
Mohon maaf juga banyak kata-kata kesombongan dan kata-kata kurang berkenan yang saya sampaikan.
Terima kasih untuk berbagai pihak ibu/bapak dosen, masyarakat Bandung dan Baduy, teman-teman, biro CS Holiday dan yang lainnya yang sudah membersamai saya merangkai kenangan ini.
Senang sekali bisa berkesempatan mengukir kenangan bersama kalian, banyak pengalaman dan pelajaran yang saya dapat.
Teruntuk Baduy, aku akan datang lagi.
Aku, Larasati Nur Kholisa.
Komentar
Posting Komentar